English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tuesday, January 25, 2011

Pembukaan Jalan Lerek - Lamanunang, Kecamatan Atadei Kabupaten Lembata

Catatan Perjalanan Monev PMC NTT November 2010
David T. S. Taopan (TA HCU)

Lamanunang adalah sebuah Desa kecil yang terletak di Kecamatan Atadei sebelah selatan Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang hingga saat ini masih terisolir. Penduduk Desa Lamanunang ini berjumlah kurang lebih 165 KK atau sekitar 250 jiwa adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang punya hak sama untuk menikmati kue pembangunan di Negera yang merdeka ini. Sayangnya, untuk melihat kendaraan saja mereka harus berjalan kaki berjam-jam ke kota. Permasalahan lain, seperti memasarkan hasil bumi dan ternak seperti kambing, kopra, kemiri, jambu mente, kacang tanah dan lain-lain juga mengalami hambatan, belum lagi masalah pendidikan anak dan kesehatan yang merupakan hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh negara justru kurang mendapat perhatian.
Karena tidak tersedianya akses jalan bagi kendaraan roda empat / roda dua di desa Lamanunang, maka masyarakat harus memikul sendiri hasil bumi semampu tenaga manusia ke desa Lerek yang berjarak ± 6 KM dan tidak langsung menjual ke pasar, tetapi lewat tangan Tengkulak. Ironisnya masyarakat pemilik komoditi tadi tidak punya kekuatan tawar-menawar harga karena harga ditentukan Tengkulak, dan karena desakan kebutuhan, masyarakat terpaksa harus mengikuti harga yang ditetapkan Tengkulak.
Untuk mencapai desa Lamanunang jika menggunakan kendaraan roda empat / roda dua butuh 2 - 3 jam untuk tiba di Desa Lerek dengan kondisi jalan yang rusak berat, disana sini ada lubang atau batu. Terkadang untuk menghindari lubang kita mesti masuk lubang yang lain atau untuk menghindari batu pasti harus kena batu. Untuk itu maka driver pun harus benar-benar cekatan. Dari Desa Lerek kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Lamanunang kurang lebih 3 jam dengan medan yang berbukit-bukit, naik gunung, turun lembah.
PNPM Mandiri DTK adalah sebuah program Nasional sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program – program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang bertujuan antara lain, meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat miskin, kaum perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok – kelompok lain yang rentan dan sering terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan di daerah masing-masing. Mengacu pada konsep tersebut di atas serta melihat permasalahan yang terjadi dan dialami oleh warga negera Indonesia di Lamanunang Kecamatan Atadei Kabupaten Lembata yang masih terisolir, Progran PNPM DTK atau yang lebih dikenal dengan nama Program P2DTK dengan mekanisme perencanaan yang partisipatif, Pemerintah dan masyarakat membuka keterisolasian wilayah, membuka jalan yang menghubungkan Lerek – Lamanunang dengan panjang 6350 meter, lebar 4 meter, didanai dengan dana BLM Kabupaten yang bertujuan memperbaiki taraf hidup warga masyarakat Lamanunang melalui bidang Pendidikan, Kesehatan yang sesungguhnya adalah hak dasar setiap warga Negara dan perbaikan ekonomi masyarakat.
Kini pekerjaan pembukaan jalan ini sedang dalam proses, mudah-mudahan awal tahun 2011 Lamanunang sudah terbuka, tidak terisolir, dan dengan demikian daerah ini bisa berkembang dan maju setara dengan daerah lain. Majulah Lamanunang ku, bangkitlah saudara-saudaraku, mari kita bergandengan tangan mengejar ketertinggalan desa kita, kampung kita, demi anak cucu dan negeri tercinta ini. Lebih baik terlambat tapi berbuat sesuatu dari pada tidak sama sekali. Terima kasih juga kepada Pemerintah yang mau peduli dengan masyarakat daerah terpencil.

Salam P2DTK!

Pemberdayaan Melalui Program PNPM Mandiri DTK di Kabupaten Flores Timur - NTT

Oleh: Ismail Imran Ngaba (Koordinator DMC NTT-1)

Sejumlah studi menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin dan termiskin di pedesaan masih cukup banyak. Mereka menjadi bagian dari komunitas dengan struktur dan kultur pedesaan. Kira-kira separuh dari jumlah itu benar-benar berada dalam kategori sangat miskin ( the absolute poor). Kondisi mereka sungguh memprihatinkan, antara lain, ditandai oleh malnutroin, tingkat pendidikan yang rendah (bagikan sebagian masih buta huruf), dan rentan terhadap penyakit. Jumlah penghasilan dari kelompok ini hanya cukup untuk makan. Karena itu, tidak mengherankan apabila perkembangan fisik dan mental mereka agar keterbelakangan dalam perkembangan dan kemajuan pola kehidupan.

Sementara itu, sisanya memiliki kondisi yang agak lebih baik daripada kelompok dalam kategori sangat miskin ( the absolute poor) itu, meskipun mereka tentu saja tetap berkategori miskin, yakni masih belum mempunyai pendapatan yang cukup untuk bebas dari kekurangan. Mereka masih dililit oleh ketidakberdayaan. Ideologi dan teknologi baru yang diperkenalkan kepada mereka acapkali juga direspon secara kognitif, terutama karena tidak memiliki jaminan social yang cukup untuk menghadapi resiko kegagalan.

Oleh karena itu, kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan mereka sehingga mereka mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi (sekaligus politik). Nampaknya tidak terlalu berlebihan apabila dinyatakan bahwa medan perang melawan kemiskinan dan kesejangan yang utama sesungguhnya berada di desa. Urbanisasi dengan segala dimensinya tidak memecahkan persoalan itu. Pernyataan itu tentu saja tidak hendak mengatakan bahwa pembangunan perkotaan tidak penting, melainkan ingin memberi penekanan bahwa akses masyarakat desa pada sumber-sumber ekonomi sampai kini masih memprihatinkan. Dengan demikian, usaha memberdayakan masyarakat desa serta perang melawan kemiskinan dan kesejangan di dearah pedesaan masih harus menjadi agenda penting dalam kegiatan pembangunan pedesaan masih relevan untuk ditempatkan sebagai prioritas kebijaksanaan.

Karena usaha memberdayakan masyarakat desa serta menanggulangi kemiskinan dan kesejangan menjadi fenomena yang semakin kompleks, pembangunan pedesaan dalam perkembangannya tidak semata-mata terbatas pada peningkatan produksi pertanian. Pembangunan pedesaan juga tidak hanya mencakup implementasi program peningkatan kesejahteraan social melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu adalah sebuah upaya dengan spectrum kegiatan yang menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat lepas dari belenggu structural yang membuat hidup sengsara. Karena itu, ruang lingkung pembangunan pedesaan sebenarnya sangat luas, implikasi social dan politiknya juga tidak sederhana.

Pola pembinaan pada masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh pihak pemerintah cukup banyak motif dan gagasan yang cemerlang untuk dapat membantu masyarakat desa yang miskin, program-program yang bergulir yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan yang selama ini antara lain dana bantuan RASKIN, dana bantuan BBM dan bentuk–bentuk kegiatan lain yang disponsori oleh pihak pemerintah, namun kondisi tersebut hanya bersifat semu atau sesaat karena tidak memiliki landasan yang kuat untuk nilai dasar bagi masyarakat miskin.

Melalui Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Pemerintah Pusat memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam melakukan pembangunan daerah tertinggal dan khusus untuk meningkatkan kapasitas social ekonomi daerah dengan mengembangkan kapasitas pemerintah kabupaten dalam memperkuat perencanaan partisipatif sebagai jalan menuju proses pembangunan yang normal dan secara operasional dapat mendorong terjadinya pendekatan yang efektif secara multi sector. Dengan demikian diharapkan pemerintah Daerah akan lebih mampu mengatasi permasalahan dan tantangan dalam rangka mencapai agenda tersebut diatas.

Secara skala statistic di mana pada Kabupaten Flores Timur mendapat program P2DTK, karena banyak indicator yang dihadapi oleh masyarakat kabupaten Flores Timur antara lain meningkatkan mutu pendidikan, memulihkan status kesehatan masyarakat dan meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Kabupaten Flores Timur mendapat bagian dalam program P2DTK, oleh sebab itu pola pemberdayaan yang diterapkan melalui program p2dtk telah dirasakan langsung oleh masyarakat serta dengan hadirnya program p2dtk di tengah masyarakat dapat menyentuh langsung sesuai kebutuhan yang menjadi impian dari masyarakat dapat menjadi kenyataan ”Terima kasih P2DTK”

Catatan Perjalan Dinas Kecamatan Nunkolo - Boking Kabupaten TTS

Kupang, 23 November 2010

"Setiap langkah ke depan pasti menuju pencapaian yang lebih besar dan lebih baik dari saat ini."

Setelah beristirahat selama hampir 5 (lima) hari setelah melakukan Perjalanan Dinas ke Kabupaten Sumba Barat (Koord. PMC Mr. Herman J. Banoet) dan ke Kabupaten Alor (MIS PMC - Wilzarony I. G. Latuheru), maka kembali sesuai Time-Sheet PMC, Perjalanan Dinas berikutnya adalah ke Kabupaten Timor Tengah Selatan atau biasa disebut secara singkat “TTS” yang beribukota SoE tujuan Kecamatan Nunkolo dan Kecamatan Boking dengan agenda perjalanan dinas, sbb:

  1. Progress & Strategi Pencairan Dana DOK dan BLM Siklus 3 DIPA 2010, serta pelaksanaan kegiatan fisik, non-fisik sampai dengan Desember 2010 yang sesuai dengan Master Schedule.
  2. Mendorong percepatan penyaluran dana yang dilakukan oleh UPKD, UPK, TPK.
  3. Validasi Data dan Entry Data MIS Kabupaten & Kecamata
  4. Tindaklanjut Memo NMC Nomor 661, 662, 663, 678

Start dari Kantor PMC NTT tepat pukul 07.00 WITA, Hari Selasa, 23 November 2010, Koordinator PMC NTT Mr. Herman J. Banoet, S.Kom, MIS PMC Wilzarony I. G. Latuheru ditemani oleh DMC Pendidikan Kabupaten TTS Mr. Benyamin Leu, FK Nunkolo Mr. Fredik Asraka, FK Boking Mr. Dance Roberto Abineno melakukan perjalanan ke Kota SoE yang berada di sebelah Timur Kupang dengan jarak tempuh ± 110 KM perjalanan darat menggunakan mobil. Dengan kecepatan 100 KM/jam ± jam 10.50, kami tiba di SoE, Ibu Kota Kabupaten TTS.

SoE ditetapkan menjadi Ibu Kota Zuid Midden Timor (bahasa Belanda) atau Timor Tengah Selatan pada tahun 1920 atas kesepakatan bersama ketiga Raja di Zuid Midden Timor yakni Raja Lay Akun Oematan (Raja Molo), Raja Pae Nope (Raja Amanuban) dan Raja Kolo Banunaek (Raja Amanatun). Namun, nama kota SoE sendiri sudah dikenal sejak 1905-1906 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Timor sendiri sejak tahun 1350 sudah dikenal dengan beberapa pintu gerbang pelabuhan laut yang ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang Malaka, Makasar, Jawa, Cina dan kemudian Eropa seperti, Spanyol, Inggris, Portugis dan Portugis. Secara astronomis, posisi Kabupaten Timor Tengah Selatan (Kabupaten TTS) terletak diantara 9º28’20,29” LS – 10º10’22,51” LS dan 124º4’2,11” BT – 124º49’16,82” BT. Sedangkan batas-batas wilayah administratif adalah sebagai berikut :

· Sebelah Utara : Kabupaten Timor Tengah Utara

· Sebelah Selatan : Laut Timor

· Sebelah Timur : Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu

· Sebelah Barat : Kabupaten Kupang

Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki luas untuk daerah daratan 3.497 Km2 atau hanya sekitar 6,7 persen dari luas daratan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan Luas wilayah lautnya diperkirakan 101,86 Km2. Kabupaten Timor Tengah Selatan Terdiri dari 32 (tiga puluh dua) wilayah kecamatan, 8 (delapan) diantaranya adalah Kecamatan P2DTK, yaitu; Nunkolo, Boking, Toianas, Polen, Kolbano, Oenino, Fatumnasi, dan Kot’Olin; memiliki 12 kelurahan dan 230 desa.

Kami menikmati sejenak kesejukan kota SoE di Kantor Konsultan Kabupaten sambil menyeruput kopi panas yang disuguhkan oleh rekan-rekan DMC. Kesempatan 45 menit istirahat kami dimanfaatkan dengan melakukan koordinasi untuk perjalanan ke Kecamatan Nunkolo dan Boking. PMC juga menggunakan kesempatan untuk meminta data-data dari Sekretaris, menyerahkan Aplikasi terbaru yang sudah PMC entry sebagian, dan melakukan training dengan harapan Sekretaris/Operator bisa selalu meng-update data MIS demi pemutakhiran data yang diperlukan, namun dengan validasi yang baik supaya data-data yang disajikan sesuai dengan SPB/SPC. Tidak ada kesulitan bagi Sekretaris/Operator memahami paparan Aplikasi yang diberikan. Hanya selama ini yang dikirimkan kepada PMC data yang kosong dikarenakan lupa melakukan proses saving.

Setelah hampir 45 menit berada di Kantor DMC, kami pamit untuk menlanjutkan perjalanan selain karena masih jauh dengan medan yang sulit, kami juga tidak mau mengganggu rekan-rekan DMC yang sibuk mempersiapkan dokumen untuk proses pencairan dana DOK & BLM DIPA 2010 berkoordinasi dengan SATKER setempat. Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Nunkolo yang berjarak 86 KM dari kota SoE. Sebelum ini kami belum pernah ke Kecamatan Nunkolo dan Boking, jadi perjalanan dinas ini adalah yang pertama kami ke Kecamatan Nunkolo dan Boking. Kami hanya mendengar cerita dari rekan-rekan DMC dan FK bahwa selain jauh, jalan berkelok-kelok, curam dan rusak parah. “Akh, pasti cuma mau nakut-nakutin orang baru saja nih!” canda kami. Rekan-rekan FK hanya senyum atau lebih tepatnya nyengir, pasti sambil berkata dalam hati, “Hehe, belum tahu dia!” Dan, degh! Begitu keluar dari jalan raya masuk ke jalan menuju kecamatan kami langsung dihadang lubang jalan yang cukup dalam. Maju 25 meter, ketemu lagi lubang di sisi kiri jalan. Kami ke kanan, maksudnya mau menghindari lubang tadi, eh…malah masuk lubang yang lain. Wow, kesan pertama tidak begitu menggoda, tapi cukup menantang bagi kami yang masih berjiwa muda walaupun uban sudah tidak terhitung di kepala

Setelah 1 jam lebih menempuh jalan aspal yang mendaki dan berlubang-lubang, melewati Kecamatan Oinlasi, maka tibalah kami di penghujung jalan beraspal memasuki medan baru yang lebih menantang, jalan tanah padas yang berbatu-batu tentunya masih dengan hiasan lubang di kiri – kanan dan pasti akan sangat sulit dilalui apabila turun hujan karena sangat licin. Semoga dalam perjalanan menuju Kecamatan Nunkolo dan Boking ini tidak turun hujan. Ternyata setelah diperhatikan, kami sudah berada mungkin di puncak gunung karena kami bisa melihat hamparan pepohonan dan laut nun jauh di bawah kami. Jadi ingat lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung”.

"Naik-Naik ke Puncak Gunung, tingi-tinggi sekali . . . Kiri tebing, kanan jurang banyak kabut menghadang . . ."

Ya, demikianlah kondisi jalan yang kami lalui menuju Kecamatan Nunkolo. Kami tetap berdoa, semoga tidak turun hujan dan walaupun terguncang-guncang ke kiri, ke kanan tapi kami tetap enjoooyy ajaaa! Hanya satu harapan di dalam benak saya agar cepat tiba dengan selamat di Kecamatan Nunkolo karena badan sudah terasa remuk. Heran juga, ini jalan Negara yang digunakan oleh warga Negara Indonesia yang kebetulan bermukim di Kecamatan dan Desa sebagai satu-satunya akses yang mengubungkan Kecamatan dan Kabupaten kondisinya amat sangat buruk dan tidak layak untuk disebut sebagai jalan Negara dan tidak aman untuk dilalui, tetapi karena hanya ini satu-satunya akses jalan menuju ibu kota Kabupaten TTS – SoE, maka semua jenis kendaraan banyak yang melalui jalan ini. Pick-Up, Bis, Truck, Mobil Pribadi, Sepeda Motor walaupun tentunya disadari bahwa dengan kondisi jalan buruk di lereng dan puncak gunung yang di hiasi jurang menganga dengan kabut yang tebal apabila tidak konsentrasi penuh dan hati-hati, kecelakaan bisa saja terjadi. Namun, jika tidak berani melalui jalan ini, hasil bumi mau dijual kemana lagi? Kebutuhan sandang dan pangan dicari kemana? Kalau tidak ke ibu kota Kabupaten atau ke Kecamatan terdekat, sehingga masyarakat setempat sudah terbiasa melalui jalan yang buruk ini setiap hari. Tetapi pemerintah juga jangan diam saja dan menganggap karena sudah terbiasa, biarkan saja jalan seperti apa adanya.

Setelah hampir 3 jam merayap di jalan yang berbatu padas dan berlubang-lubang, kami memasuki Kecamatan Nunkolo. ± Jam 16.00 WITA kami disambut oleh Ketua UPK Bp. Joni Lubatonis di rumah beliau. Juga sudah menunggu Sekretaris UPK Bp. Imanuel Nenabo, Bendahara UPK Bp. Charles Mboy, Pendamping Lokal (Penlok) Bp. Adelbertus Nofu & Bp. Sabdi Fafo. Disambut dengan adat setempat (pengalungan selendang kain tenun) membuat kami terharu dan merasa tersanjung, karena di dalam segala kesederhanaan masyarakat yang hadir mereka berupaya untuk tetap menyajikan yang terbaik kepada tamu. Setelah kami memperkenalkan diri yang diwakili oleh Koordinator PMC Provinsi NTT Bp. Herman J. Banoet, S.Kom melalui sambutan singkat, kami kemudian berdialog dengan UPK dan Pendamping Lokal (Penlok). Dalam dialog, selaku Koordinator Provinsi NTT Pak Herman (sapaan akrab KoordProv NTT) menghimbau kepada UPK agar dana, baik DOK maupun BLM yang sudah dicairkan agar secepatnya bisa disalurkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang ada, seperti dana DOK yang bisa digunakan untuk pelaksanaan kegiatan Pelatihan di tingkat Kecamatan yang menurut panduan DOK ada 5 (lima) Pelatihan yang wajib dilaksanakan di Kecamatan. Dana BLM juga perlu segera disalurkan untuk pembiayaan kegiatan fisik (Sub Project) sesuai Surat Penetapan Camat Nunkolo. Pak Herman tidak Cuma menghimbau, beliau juga menanyakan kendala-kendala yang dihadapi UPK dalam pengelolaan Dana DOK dan BLM Kecamatan. Ketua UPK mengatakan bahwa kondisi jalan yang rusak parah menjadi penghambat utama pelaksanaan kegiatan. Mobilisasi alat berat menjadi terhambat, curah hujan yang hampir tiap hari juga menjadi penyebab kegiatan terhambat.

Koordinator Provinsi NTT Bp. Herman J. Banoet, S.Kom meminta kepada FK agar mendokumentasikan kondisi jalan yang rusak parah tersebut dan melaporkan kepada Pemerintah Daerah, bukan saja Pemda Kabupaten TTS tetapi juga kepada Pemda Provinsi agar bisa segera melakukan perbaikan terhadap jalan Negara, karena dengan kondisi jalan yang rusak parah mempengaruhi akses ekonomi dari Kabupaten ke Kecamatan bahkan sampai ke Desa-Desa. Pak Herman juga mengharapkan agar Fasilitator Kecamatan (FK) tetap berada di lokasi tugas mengawal program karena fungsi dan control harus dijaga. Quality Control hasil kegiatan / Sub-Project perlu diterapkan. TPK dan UPK agar memegang RAB & Desain untuk memudahkan kontroling terhadap hasil kegiatan / sub-project. Pak Herman juga mengarahkan dan memberi saran kepada FK agar membantu UPK dalam pengarsipan data sehingga data-data program tidak tercecer dan hilang. Validasi dan kerapihan Pembukuan / Laporan Keuangan juga harus diperhatikan dengan baik. Kami kemudian mengunjungi kantor UPK yang berada di kompleks Kantor Kecamatan Nunkolo.

Kembali di kantor UPK Pak Herman mengingatkan UPK agar akses data dan pembukuan lebih mudah dijangkau. Kerapihan dan Validitas data dan pembukuan juga perlu diperhatikan dengan baik. Setelah ± 1 Jam kami berkesempatan memeriksa administrasi dan pembukuan di Kantor UPK yang memang mesti diperbaiki kerapihan dan validitas data yang disajikan, maka kami melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Boking yang berjarak ± 11 KM. Ya, Cuma 11 KM, tetapi kami harus menempuh dalam waktu 2 jam lebih karena kondisi jalan yang tidak jauh berbeda dari Oinlasi – Nunkolo yang rusak parah. Jam 19.15 WITA kami tiba di Kecamatan Boking dan langsung diajak ke Rumah Dinas Camat Boking Bp. Oktavianus Nakamnanu, SH. Kami diberi kesempatan untuk beristirahat dan membersihkan diri sebelum bertemu dengan Pelaku P2DTK Kecamatan Boking.

Setelah menyegarkan diri mandi, kami dipersilahkan kembali ke ruang tamu Rumah Dinas Camat Boking untuk menerima kalungan Kain (selendang) Tenun adat Timor sebagai symbol ucapan selamat datang dan penghargaan kepada tamu. Sungguh suatu prosesi yang tulus dan membuat kami merasa sangat dihargai diterima sebagai tamu kehormatan. Tidak cukup dengan pengalungan Kain Tenun, kami juga disuguhi Teh dan Kopi Panas ditemani oleh aneka biscuit yang disiapkan oleh tuan rumah dan di sela-sela sambutan dari tuan rumah, Camat Boking Bp. Oktavianus Nakamnanu, SH dan PPKom Kecamatan Boking Bp. Yefta Banono kami menyeruput minuman dan menyantap biscuit yang disuguhkan kepada kami. Camat Kecamatan Boking dalam sambutan mengucapkan terima kasih atas kedatangan PMC & DMC, juga ungkapan terima kasih yang tulus kepada Program P2DTK yang hadir menjawab kebutuhan masyarakat di Kecamatan Boking khususnya dan Kabupaten TTS lewat pembangunan Jalan, Sekolah, irigasi, dll sehingga banyak kebutuhan masyarakat bisa teratasi. Namun, ada juga kendala-kendala yang disampaikan oleh Bapak Camat seperti, Pemotongan dana ketika proses perangkingan sedang berjalan atau kegiatan fisik pembangunan jalan sudah dalam proses sepanjang 2 KM tetapi dipotong dananya, Kegiatan Fisik tidak bisa selesai pada Desember 2010 diikarenakan cuaca yang tidak mendukung (hujan), akses jalan yang rusak parah.

Koordinator PMC NTT Bp. Herman J. Banoet mengucapkan terima kasih atas sambutan dan penghargaan yang kami terima dari sambutan Para Pelaku P2DTK Kecamatan Boking dan menjelaskan kepada Camat Boking juga kepada para Pelaku P2DTK Kecamatan Boking bahwa, mengenai pemotongan dana itu terjadi karena adanya Revisi DIPA. Banyak Konsultan Kabupaten yang salah memahami antara DIPA Ancar-Ancar dan DIPA Luncuran. DIPA Ancar-Ancar bukan DIPA yang sebenarnya, tetapi hanya sebagai panduan bagi SATKER menentukan PAP. Pak Herman juga menghimbau kepada Ketua UPK agar akses data dan pembukuan di kantor UPK lebih mudah dijangkau. Kerapihan, validasi data & pembukuan juga perlu diperhatikan agar sewaktu-waktu jika ada Supervisi lanjutan, kelengkapan administrasi dan pembukuan sudah baik dan rapih. Fasilitator Kecamatan (FK) diharapkan tetap berada di lokasi tugas mengawal program dan kegiatan yang sedang berjalan, Adanya Quality Control terhadap hasil kegiatan/sub-project oleh Pelaku Kecamatan. RAB & Desain agar dipegang oleh TPK dan UPK sehingga memudahkan dalam fungsi kontroling hasil kegiatan/sub-project. KoordProv juga mengarahkan dan memberi saran kepada FK agar membantu UPK dalam pengarsipan data sehingga data-data program tidak tercecer atau hilang.

Dengan mempertimbangkan waktu, cuaca, lokasi, jarak serta medan yang sulit juga saran dari pak Camat mengingat cuaca yang tidak menentu dan kondisi jalan yang rusak, maka kami memutuskan untuk kembali ke SoE – Kupang. Menurut Pak Camat, apabila turun hujan, maka kita bisa berhari-hari berada di Kecamatan Boking atau Nunkolo, karena jalan pasti licin dan beresiko tinggi apabila dilalui. Tepat Jam 20.20 WITA kami meninggalkan Rumah Dinas Camat Boking, kembali melakukan perjalanan pulang ke SoE untuk kemudian menuju Kupang. Personil masih tetap, Koordinator Provinsi NTT Mr. Herman J. Banoet, MIS PMC Wilzarony I. G. Latuheru, DMC Pendidikan Kabupaten TTS Mr. Benyamin Leu, FK Nunkolo Fredik Asraka, FK Boking Dance Roberto Abineno dan Camat Boking Bp. Oktavianus Nakamnanu, SH yang sebetulnya sudah menyertai kami sejak dari Kecamatan Oinlasi menuju Nunkolo. Perjalanan malam hari yang mendebarkan, penuh kabut, kiri-kanan jurang, jalan yang sepi, tetapi dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa, kami tiba di SoE-TTS pada jam 01.30 dini hari & melanjutkan perjalanan ke Kupang tiba jam 4.20 WITA subuh.

Perjalanan Dinas kali ini kami tidak mengunjungi sub-project, kami agendakan pada kunjungan berikut kami akan melihat hasil kegiatan / sub-project. Lokasi Sub-Project yang jauh, dengan kondisi jalan yang rusak parah, sering turun hujan yang tidak bisa ditebak waktunya menyebabkan PMC & DMC tidak bisa mengunjungi lokasi sub-project. Karena apabila turun hujan, maka bisa berhari-hari terjebak di Kecamatan karena kondisi jalan yang licin dan berlumpur, sangat sulit untuk dilalui. Tapi kami berusaha untuk memenuhi kewajiban kami mengunjungi Kecamatan-Kecamatan yang sulit dijangkau mengawal program dan sharing pendapat, masukan, kendala-kendala yang dihadapi dengan para Pelaku P2DTK yang sehari-hari mengawal program di tingkat Kecamatan sampai ke Desa-Desa. Karena apabila sebagai Konsultan Pendamping kita sendiri tidak pernah meninjau lokasi kegiatan program, maka yang timbul hanya saling menyalahkan. Hidup bertanggung jawab menghindarkan kita dari masalah yang seharusnya tidak perlu ada. Terimakasih kami kepada Tim Koordinasi, SATKER dan para Pelaku P2DTK Kecamatan Nunkolo dan Boking yang sudah menerima kami, sudah berbagi dengan kami. Setiap langkah ke depan pasti menuju pencapaian yang lebih besar dan lebih baik dari saat ini.

Salam P2DTK!